Selasa, 02 Juli 2019

Prau 2565 mdpl


Assalamu’alaikum wr wb



Alhamdulillah... Ujian Akhir Semester di kampus sudah selesai. Tepatnya pada tanggal 27 Juni 2019. Lega sekali rasanya telah menyelesaikan ujian pada semester ini. Ya walaupun nilainya masih belum diketahui. Semoga nilainya baik-baik saja.

Satu semester yang penuh dengan tugas dan ujian tentu membuat kepala penat dan rasanya ingin ditumpahkan. Ditambah lagi dengan masalah-masalah hidup lainnya. STOP! Saya sedang tidak ingin cerita itu.

Untuk sedikit mengurangi atau sekedar melupakan beban hidup sejenak, saya dan ketiga teman saya berencana untuk muncak ke Gunung Prau. Awalnya kami ingin ke Ijen, tapi karena jarak yang jauh dan persiapan yang singkat jadi salah satu teman kami mengusulkan untuk ke Wonosobo saja.



Jum’at, 28 Juni 2019

Tak disangka waktu yang ditunggu-tunggu tiba juga. Jum’at pagi itu saya sangat bersemangat untuk mengemas barang-barang. Karena jalur paling enak yang dapat dilalui dari Jogja adalah jalur Moyudan-Kalibawang-Borobudur-Wonosobo-Dieng, jadi titik kumpul kami di rumah saya yang letaknya di Jl. Wates km 11.

Rencana kami berangkat pukul 11.00 WIB, saya sudah siap dengan semua bawaan saya namun teman-teman saya tak kunjung datang. Mereke baru tiba di rumah saat adzan dzuhur berkumandang. Akhirnya, kami putuskan untuk menunggu Jum’atan di masjid selesai dan sholat dzuhur terlebih dahulu.

Kami lepas landas dari rumah pukul 13.20. Saya bahagia sekali bisa diizinkan berangkat rihlah ini. Karena biasanya Bapak dan Mamah saya agak sulit memberi izin kalau untuk main-main. Entah kenapa yang kali ini sangat mudah. Sepertinya saya tahu sebabnya, tapi saya tidak bisa cerita, dan saya juga tidak ingin memastikannya ke Bapak dan Mamah.

Di jalan, saya sangat excited dengan pemandangan sawah yang sangat luas. Sejauh mata memandang hanya ada sawah dan pegunungan, jalannya pun halus dan beraspal. Jalanan seperti ini jarang saya temui, biasanya kalau ke kampus ya gitu-gitu aja jalannya malahan seringnya macet. Sepanjang jalan Sedayu sampai perbatasan Jogja-Magelang hanya ada dua lampu merah yang kami temui. Bertemu lampu merah lagi ketika sudah sampai di Borobudur.

Jalan pegunungan di Kalibawang masih bisa dikategorikan landai. Memang naik turun tapi masih landai, masih biasa aja. Nah, ketika tiba di Wonosobo baru jalanannya naik-turun dan bisa dibilang cukup curam. Sudah turun pasti naik, belum yang naik sambil berbelok. Ditambah dengan motor saya yang motor gigi, karakter motor gigi pastinya kalau naik memang nggak bisa pelan harus kenceng dari awal. Kalau pelan-pelan malah bisa berhenti di tengah. Kan serem, apalagi saya bawa temen saya di belakang.

Jogja-Wonosobo akhirnya dapat kami lalui dengan satu kali istirahat dan satu kali sholat.  Pukul 17 lebih sekian kami tiba di Dieng dan memasuki gerbang yang bertulisakn “Selamat Datang di Dieng Plateu”. Biasanya yang sering saya kunjungi selama ini adalah Siwa Plateu. Bedanya, Siwa Plateu itu adanya di Prambanan kali ini saya ada di Dieng.. Yeee.

Kami mulai naik menembus kabut eh kabut atau awan yaa.. suhu dingin mulai menusuk tubuh. Tanjakan di Dieng memang curam dan panjang. Jadi harus hati-hati. Yang paling mengesankan adalah di tengah-tengah perjalanan kami, ketika menengok ke sisi kanan Allah telah menyuguhkan pemandangan yang begitu indah. Yaitu pemandangan Gunung Sundoro yang memantulkan sinar matahari senja dengan awan menggantung di lehernya.






Itu beberapa foto yang sempat kami ambil dari pinggir jalan. Indah sekali kan? Subhanallah, kami benar-benar merasa beruntung bisa mendapati pemandangan seindah ini. Karena nggak setiap sore lho pemandangannya bisa sindah ini.
Setelah puas mengambil foto, kami melanjutkan perjalanan menuuju basecamp Tapak Banteng di Dieng. Kami tiba di basecamp tepat saat adzan maghrib berkumandang. Kami segera parkir motor, registrasi, titip helm, sewa tenda dan sleeping bag, lalu istirahat sebentar untuk sholat. Suhu di Dieng saat itu sudah 15 derajat celcius. Dingin.
Kami naik ke Prau setelah sholat isya’, dengan harapan pukul 22 bisa sampai puncak. Tapi kenyataannya??? Hahaha.
Jalanan menuju POS 1 memang sangat menanjak menurut saya. Jadi model medannya tangga dengan kemiringan yang bisa dibilang hampir 90 derajat. Ini yang membuat nafas saya sangat-sangat tersengal di awal. Hingga saya tak mampu lagi membawa tas yang berisi botol aqua 1,5 liter dua buah. Hwuaaa.. dan akhirnya saya bertukar tas dengan teman saya. Padahal tubuh teman saya ini lebih kecil dari saya. Oke, kalian boleh tertawa di bagian sini.
Akhirnya kami berhenti untuk istirahat di sebuah pelataran rumah. Kemudian melaanjutkan perjalanan lagi. Entah kenapa perjalanan itu terasa begitu berat dan lama. Saya dan dua teman lain yang sama sekali belum pernah muncak di Prau selalu bertanya-tanya, “Pos 1-nya mana?” kemudian teman saya yang sudah berpengalaman selalu bilang, “Bentar lagi kok.” Walau pun kenyataannya pahit, karena masih jauh. Begitupun sama jawabannya ketika kami bertanya, “Pos 2-nya mana???”, atau “Pos 3-nya mana???”, juga “Puncaknya manaa???”
Kami selalu bertanya dengan rengekan-rengekan itu karena kelelahan. Sampai saya pun juga sebenarnya bertanya-tanya dalam hati, “Kok nggak sampai-sampai sihhh??” Karena malam, jadi jalanan memang tak terlihat. Sudah tak terlihat, terus naik dan terus menguras tenaga. Tapi teman saya selalu memberi kami semangat, “Itu lho udah kedengeran suara banyak orang, berarti udah mau sampai puncak.” Sabar banget pokoknya temen saya yang satu ini.
Medan pendakian Gunung Prau memang selalu dipenuhi banyak orang. Namun malam itu tak begitu ramai, tapi ya ada hanya nggak sampai macet gitu. Yang membuat menguras tenaga memang trek nya selalu menanjak, ya namanya juga naik gunung ya pasti menanjak. Maksudnya, nggak ada yang landai gitu. Ada bagian yang landai, tapi hanya sekitar 50 meter entah ada atau tidak, itu berada di antara pos 1 dan 2.
Setelah kami melewati perjalanan malam yang begitu panjang dan melelahkan serta seakan tak sampai-sampai akhirnya kami tiba juga di puncak. Alhamdulillah, kami tidak menyangka kalau kami bisa sampai di puncak Prau 2.565 mdpl. Saya sangat terharu. Ternyata, menuju puncak memang tak mudah. Menuju puncak apa pun.
Kami tiba di puncak sekitar pukul 23.30. HP kami sudah tak mendapatkan sinyal di sana. Kami segera membangun tenda yang sudah kami sewa setelah mendapatkan tempat, biasanya sih kalau dalam perkemahan Pramuka bilangnya tapak kemah wkwkwk. Sebelum tidur, karena lapar akhirnya kami memasak mie instant terlebih dahulu. Suhu sudah menunjukkan angka 10 derajat celcius. Kami segera menyiapkan sleeping bag untuk tidur. Tapi setelah masuk sleeping bag, saya tak merasakan perbedaan suhu yang signifikan. Bahkan, kaki dan tangan saya masih tetap kedinginan walaupun sudah pakai sarung tangan dan kaos kaki.

Sabtu, 29 Juni 2019
Saya menggigil, dan pada pukul 03.00 saya putuskan untuk lebih baik keluar tenda dan masak-masak. Merebus air untuk membuat energen dan coklat. Lumayan, agak sedikit lebih hangat. Kemudian masuk tenda lagi untuk meminumnya bersama teman-teman. Teman-teman saya ikut terbangun melihat saya membawa minuman yang hangat-hangat. Kami terjaga hingga pukul 04.00 sebelum akhirnya tidur lagi sampai waktu subuh tiba. Hingga pada akhirnya yang kami nanti-nanti, yang kami perjuangkan dari lelahnya pendakian ini tiba juga. Sunrise!!!!
Semburat kemerah-merahan memanjang dari utara ke selatan. Ya Allah.. indah sekali.. seluruh camp mulai ribut dengan hal ini. Kami semua keluar tenda dan memburu foto-foto sunrise tersebut.
Setelah, matahari mulai meninggi dan penampakan banyak gunung mulai terlihat kami pun tak ketinggalan mengabadikan momen berharga ini.










Ini adalah kami berempat; Khazima, Alfina, Devi, dan Timit



Gimana? Bagus-bagus kan view-nya? Semoga temen-temen terinspirasi untuk ke sana yaa.. pokoknya bener-bener wonderful Indonesia.

Kami turun dari puncak sekitar pukul 09.00 dan sampai di bawah saat adzan dzuhur berkumandang. Saat turun, kami baru sadar ternyata, masya Allah inilah trek yang semalam kami lalui. Saat turun yang saya takutkan adalah terpeleset dan menggelinding ke bawah. Jadi saya turun dengan sangat hati-hati. Karena menahan badan dan rasa takut serta khawatir lama kelamaan kaki saya pun bergetar. Inilah yang dinamakan dengan tremor. Saat hampir tiba di pos 1 ada warung yang menjajakan semangka, pisang, gorengan, arem-arem, dan alhamdulillah ada toiletnya. Kami pun mampir di situ untuk ke toilet dan sarapan. Saat memegang tahu goreng tangan saya masih bergetar sendiri. Tidak apa-apa, hanya perlu melanjutkan perjalanan dengan pelan-pelan.

Sayangnya, sepatu yang saya gunakan bukanlah sepatu gunung. Meskipun sepatu saya tergolong masih baru, baru sekitar 3 bulan saya beli tapi karena memang bukan sepatu gunung jadi agak licin apalagi digunakan untuk turun gunung. Beberapa kali saya terpeleset. Yang paling parah adalah ketika terpeleset di ladang kentang. Pagi itu ladang kentangnya sedang di siram, jadi tanahnya basah dan licin, jaket saya pun kotor oleh tanah basah karena terpeleset.

Yang paling membuat saya terkesan dari pendakian ini adalah kami bertemu dengan para keluarga pendaki. Saya heran, anak kecil usia sekitar empat tahun sudah diajak mendaki oleh bapak-ibunya. Bahkan mereka bertiga lebih cepat sampainya dari pada kami. Ada juga, satu keluarga dibawa mendaki semua. Ada ayah, ibu dan ke-empat anaknya, yang paling besar anaknya usia SMP kelas 2, sedangkan yang paling kecil usia 1,5 tahun. Luar biasa ya.. luar biasa Ayah Bundanya mengajak anak-anak memahami agungnya ciptaan Allah dengan susah payah membawa mereka dalam sebuah pendakian.

Dan saya juga terkesan oleh Ayah dan anak perempuan pertamanya. Anaknya cantik. Sepertinya memang sudah biasa naik gunung bersama sang ayah. So sweet sekali. Ada juga anak laki-laki dan ayahnya. Sepertinya dari kecil memang sudah dididik untuk suka berpetualang naik gunung. Inspiratif.

Sepertinya tidak perlu sampai pulang saya ceritakan ya.. kalau ada yang ingin tahu cerita pulangnya boleh bertanya via comment atau DM Instagram juga tidak maslah. Tapi saya rasa intinya sudah yang ada di atas aja sih.. Semoga bermanfaat.



Wassalamu’alaikum wr wb

Sincerely,

Alfina R. A
 

1 komentar:

  1. Thanks for sharing, sukses terus..
    Kunjungi juga http://bit.ly/2F3UmIv

    BalasHapus