Assalamualaikum…
Alhamdulillah,
Allah masih memberi saya kesempatan untuk menyentuh keyboard ini. Setelah lima
bulan lamanya saya tak bergelut dalam bidang tulis menulis dan blogging karena alasan studi. Oke, dalam
artikel Ramadhan tahun ini, saya ingin sedikit bercerita yang semoga bermanfaat
untuk kawan-kawan sekalian.
Kisah
ini berawal ketika saya mengantar Husna, adik saya yang baru masuk TK. Saya
mengantarnya dengan senang hati, sekalian main pikir saya, dari pada di rumah
jenuh.
Saya
dan dan Husna berangkat dengan berjalan kaki, karena lokasi TK memang tidak
jauh dari rumah kami, hanya sekitar 250 meter. Jalan yang kami lewati
dikelilingi oleh sawah yang hijau, kecuali sawah nenek kami yang baru saja
dipanen. Sekolah adik saya ini bukan hanya TK saja lho, tapi ada TPA (Tempat
Penitipan Anak), KB (Kelompok Bermain) alias Play Group, juga SD. Yang semuanya
itu tergabung dalam satu yayasan yang dinamai “Anak Sholeh”. Bagaimana pun nama
adalah doa.
Begitu tiba
di sekolahknya, kami langsung disambut oleh ustadzah-ustadzah dengan ramah. “Assalamualaikum
Mbak Husna,” sapa Ust Rina wali kelas Husna ketika bersalaman dan mencium
tangan gurunya itu. “Liburan ya, Mbak?” Ust Ika menyapa saya. Ust Ika ini
bagaimana pun juga adalah ustadzah saya sejak lama, sejak saya SD kelas 6.
Sampai sekarang Alhamdulillah kami masih berkomunikasi dengan baik.
Saat saya
menaruh tas Husna di lokernya, saya bertemu dengan Ust Retno, ustadzah di TPA
Al Hikmah masjid kami juga. Saya bersalaman dengannya, kemudian beliau memberi
amanah pada saya, “Mbak, nanti saya ada urusan ke Magelang. Terus di masjid ada
tamu, tolong Mbak Alfin berangkat lebih awal ya. Jadi saya ngundang kerabat
buat mendongeng nanti di masjid sebelum ta’jilan, tolong ya, Mbak,” katanya.
Saya hanya
bisa menjawab, “Insya Allah, Bu.”
Waktu
menunjukkan pukul 08.00, “Oke anak-anak pagi ini kita akan belajar upacara,”
teriak Ust Ika meskipun sudah menggunakan pengeras suara. Ust Ika ini badannya
kecil, mungil, dengan jilbabnya lebar dan seragam coklat Pegawai Negeri, cute
pokoknya. Ketika komando sudah diteriakkan, ada anak yang sudah rapi dan
berbaris, ada yang lari ke sana-sini, ada yang masih tertawa bercanda dengan
temannya, ada yang butuh tuntunan ustadzahnya sehingga ustadzah yang punya
tangan dua itu pun menggandeng dua anak juga-kanan dan kiri. Tak ketinggalan,
ada yang mengompol, ada yang menangis akan ditinggal ibunya sampai ustadzah pun
menggendongnya.
Ada juga
anak SD, kelas satu mungkin. Sambil menggendong tas merah Hello Kitty-nya
berlari dari arah kelasnya, “Abi, abiiiii, abi mau kemanaaa???” meneriaki
abun-nya yang sudah berada di atas sepeda motor. Merasa tak tega ayahnya pun
tak kunjung pergi. Ayah dan anak ini dibatasi oleh sebuah pagar. Tak lama
kemudian, menyusullah ustadzah anak ini, buru-buru dipeluknya anak ini, “Sudah,
Pak. Terus, Pak! Terus saja, Pak!”
“Mau sama
abiiii, pokoknya sama abiii. Aku nggak mau sekolah di sini!!” teriaknya lucu
sekali. “Abi sudah jauh, Mbak.. di sini aja ya sama ust, nanti kita belajar
jadi anak sholeh,” ustadzahnya menenangkan. “ Nggak mauuu!!! Aku nggak mau jadi
anak sholehhh!! Aku mau abiii,” matanya makin berlinang. “Iya, iya, ambil motor
dulu ya…” ustadzahnya berbohong, diajaknya anak itu masuk dan didudukkan di
samping masjid lalu ustadzah itu pura-pura ambil motor lama sekali. Pura-pura
saja. Pembiasaan yang baik.
Pemandangan
seperti ini sangat langka saya dapatkan karena sibuk dengan aktivitas pondok
yang juga jauh dari rumah. Jadi begitu lihat pemandangan ini berasa wow… lucu
banget sih. Apa lagi di pondok nggak ada kumpulan anak kecil yang banyak banget
seperti ini.
Setelah
masuk kelas saya berpamitan dengan Husna untuk pulang, dan berjanji akan
kembali lagi nanti pukul sepuluh.
Setelah
Husna pulang, saya kembali bergelut dengan adik saya yang satunya, yang sudah
SD tapi tidak masuk karena sakit, Husni. Pagi tadi saya berjanji akan menyampulkan
semua buku tulisnya dengan sampul kertas dan plastik. Begitu Husna melihat apa
yang sedang kami lakukan, dia pun minta buku tulisnya untuk disampul.
Di punggung
buku saya menuliskan mata pelajaran yang digunakan dalam buku itu. Husna juga
minta hal yang sama, dasar tukang iri :p anak TK plajarannya apa sih? Memang
ada Matematika? IPA? IPS? Bahasa?
Walhasil
pelajaran yang kami peroleh untuk Husna adalah Suka-suka, Coret-coret, Menulis,
dan Menggambar.
Tak lama
kemudian adzan dzuhur berkumandang, saya langsung ambil wudhu dan mendirikan
sholat, tapi kemudian juga tumbang di atas kasur. Sampai jam 15.30 saya baru
bangun. Haduh, saya juga tak mengerti mengapa seperti ini? Kalau di pondok
saja, dengan bunyi pelk ban yang dipukul dengan besi dari jarak jauh saya
langsung bangun. Tapi di rumah, mamah ngebangunin
berkali-kali saya tetep nggak bangun. Mungkin ini yang orang bilang dengan
istilah “balas dendam”-nya anak pondok.
“kamu
dibangunin nggak bangun-bangun. Bantu bapak itu lho!!! Sudah tahu kebutuhannya
banyak malah nggak bantu-bantu!!!” skak mat deh kalo gini caranya. Akhirnya
saya bantu-bantu bapak. Sampai jam 16.30 baru selesai. Oh my God, I come late.
Di suruh berangkat ke masjid sama Ust Retno pukul 16.15, ini 16.30 baru
berangkat mandi. Pukul 16.45 baru berangkat dari rumah, jalan kaki lagi,
padahal masjid lokasinya agak jauh. Sampai di masjid jam 17.00. God, help me!
Ohh!
Antara
birul walidain dan amanah, pilih mana hayo?
“Ridho
Allah bergantung pada ridho orang tua, murka Allah bergantung pada murka orang
tua” oke, saya lupa riwayatnya. Dari pada sesat saya memilih mengaku lupa. Yang
ingat boleh mengingatkan
“Dan
sembahlah Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dan berbuat baiklah kepada kedua
orang tuamu. Dan apa bila salah satu atau kedua-duanya berusia lanjut dan
berada dalam pemeliharaanmu, maka janganlah berkata ‘ah’ dan janganlah kamu
berkata kasar, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang baik” al-Isra’ ayat
23.
Dua
dalil di atas mejadi pedoman saya ketika akan berbuat dan bersikap dengan orang
tua. Jadi saya memilih untuk membantu ayah saya dulu baru berangkat ke masjid.
Bener nggak sih ini???
Tapi
amanahnya? Ya, begitulah. Ini memang semata-mata adalah kesalahan saya yang
sangat khrm, ngebo kalau tidur. Jadi pelajaran yang dapat saya petik hari ini
adalah; harus menerapkan mahfudzat yang bunyinya, “wa man tholabal ‘ula sahiral
layaali” Artinya: “Dan barang siapa mencari kesuksesan baginya tidak tidur
semalaman.”
Itu
artinya, tapi dibalik arti pasti ada makna yang tersiarat. Tidak tidur
semalaman di sini maksudnya bukan seperti yang tertera tapi sedikit tidur. Jadi
barang siapa mau mendapat kesuksesan kita diperintahkan untuk bekerja keras dan
hanya sedikit tidur. Jadi meskipun puasa jangan banyak-banyak tidur yaa J terutama cewe, kata mama nggak baik.
Oke,
sekian dulu ya kisah dari saya. Hari ini memang hari penguatan buat saya. Sudah
merasa bersalah nggak bisa jaga amanah, Ust Retno afwan yaa.. tambah agak
nyesek karena khrm, sedikit disindir. Okelah, nggak papa, karena puasa itu
butuh sabar. Dan sabar itu nggak ada batasnya, ya kan?
Sebagai
manusia yang diciptakan Allah sebagai khalifah di bumi ini, tentunya tak
gampang memegang amanah dari-Nya. Banyak rintangan yang harus kita lalui.
Dan kata
Tere-Liye, “Hidup ini tidak seperti novel, yang kalau halaman sekarang terasa
sesak, sedih, menyakitkan, penuh masalah, maka dengan bersabar membaca 10, 20
halaman berikutnya semua selesai, berubah jadi membahagiakan.
Di kehidupan
nyata , kita bahkan perlu 10, 20 hari, bulan, bahkan tahun harus terus bersabar
agar semua selesai, berubah jadi membahagiakan. Karena itulah dewasa oleh
kehidupan, memiliki pemahaman baik karena proses kehidupan, akan menjadikan
seseorang lebih kuat dan lebih kuat lagi.”
Sekian,
undur maa qoola walaa tandur man qoola, lihatlah apa yang dikata jangan melihat
siapa yang berkata..
Wassalamualaikum
wr. wb.
sumber komik: http://komikmuslimah.blogspot.com/search/label/Ramadhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar