Kamis, 28 Juli 2011

FF#Tahajud Tak Sampai

“Saya nikahkan Azizah Az-Zahra binti Aiman Fatkhurrozi dengan Adin Azizy. Dengan mahar seperangkat alat shalat dibayar tunai,” ucap penghulu tegas.            Bergetar ragu mulut ini menjawab,”Saya terima nikahnya Azizah Az-Zahra binti Aiman Fatkhurrozi dengan mahar seperangkat alat shalat dibayar tunai.”
            “Bagaimana saksi? Sah?” tanya penghulu. “Saah!!!!” serempak hadirin.
            Akad yang sakral, namun tak tahu apa yang aku rasakan. Bukan bahagia, bukan suka cita, bukan pula euforia. Pernikahan ini terjadi dan berkelabat begitu saja atas kehendak istri pertamaku, Nisa El-Yahya.
            Seusai acara, di dapur sepi rumah kami pada senja hari yang kian tampak meronanya. Hanya aku dan Nisa, berdua saja. Nisa raih leherku dengan kedua tangannya. Mendekatkan mulutnya pada telingaku dan berbisik pelan,”Terima kasih, Mas. Engakau telah ikhlas melakukan semua ini. Aku tahu ini berat bagimu. Tapi aku yakin, Insya Allah perlahan tapi pasti hatimu akan luluh dan mampu mencintai Zizah, gadis pilihanku.”
            “Jujur, Dik. Hatiku masih untuk satu, hanya dirimu. Aku belum mampu mencacah belahnya untuk orang lain, Dik,” bisikku kembali pada Nisa.
            “Mas ini semua demi kebaikan kita. Demi kamu dan Nada, buah hati kita. Ketika nanti saat diriku tinggal nama saja, setidaknya aku tenang karena ada yang merawat kamu dan Nada dengan kasih sayang yang tulus Insya Allah.  Tenanglah, Mas. Aku akan selalu ada di hatimu. Menamani selalu,” sungguh perkataan yang menusuk hatiku.
            “Aku mohon, Dik. Jangan pernah berbicara seperti itu lagi. Sungguh, aku tak mampu jika harus kehilangan dirimu,” nadaku ditekan.
            “Percayalah, Mas. Kamu mampu dan harus mampu mulai sekarang. Karena kau tahu, Mas? Tak seorang pun tahu kapan Allah mengutus Izroil untuk mencabut nyawa hamba-Nya. Apakah dua jam yang akan datang, besok pagi, atau pun lusa tak ada yang tahu. Maka kamu harus mampu dan siap mulai dari sekarang, Mas!!” Begitu tegar Nisa berbicara. Tapi aku? Ces, air mataku seketika terjun begitu saja.

“Allahu Akbar, Allahu Akbar….”
            Dialog antar telinga kami terputus oleh kumandang adzan maghrib yang mengalun indah penuh pesona.
            Aku, Nisa dan Zahra shalat maghrib berjamaah dengan damai dan khusyuk. Entah mengapa wajah Nisa terlihat lebih berchaya dengan balutan mukena putih senja itu. Ah, mungkin hanya perasaanku saja.
                                                            ************
            “Dik Nisa, mari kita shalat tahajud bersama! Kita berdoa untuk kesembuhan ginjalmu, Dik!” aku mengajak lembut disepertiga malam hening sembari mengayun bahunya pelan. “Pagi ini ada jadwal cuci darah kan, Dik? Mari memohon pada Allah supaya diberi kelancaran!!” bujukku mengingatkan. Namun, kelopak mata Nisa tetap tak tebuka. Dan tak terbuka untuk selamanya. Innalillah….
............................................................
Buah karya: Alfina R.A

NB: Bukan bermaksud apa-apa ya kawan, tapi ini sebagai pengingat bahwa FF ini adalah FF pertamaku yang pernah menang dalam lomba. He.. meski pun hanya masuk 10 besar, tapi aku senang..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar