Senin, 22 Juli 2013

Ramadhan Pendewasaan: Antara Birrul Walidain dan Amanah


Assalamualaikum…
Alhamdulillah, Allah masih memberi saya kesempatan untuk menyentuh keyboard  ini. Setelah lima bulan lamanya saya tak bergelut dalam bidang tulis menulis dan blogging karena alasan studi. Oke, dalam artikel Ramadhan tahun ini, saya ingin sedikit bercerita yang semoga bermanfaat untuk kawan-kawan sekalian.
          Kisah ini berawal ketika saya mengantar Husna, adik saya yang baru masuk TK. Saya mengantarnya dengan senang hati, sekalian main pikir saya, dari pada di rumah jenuh.
          Saya dan dan Husna berangkat dengan berjalan kaki, karena lokasi TK memang tidak jauh dari rumah kami, hanya sekitar 250 meter. Jalan yang kami lewati dikelilingi oleh sawah yang hijau, kecuali sawah nenek kami yang baru saja dipanen. Sekolah adik saya ini bukan hanya TK saja lho, tapi ada TPA (Tempat Penitipan Anak), KB (Kelompok Bermain) alias Play Group, juga SD. Yang semuanya itu tergabung dalam satu yayasan yang dinamai “Anak Sholeh”. Bagaimana pun nama adalah doa.
Begitu tiba di sekolahknya, kami langsung disambut oleh ustadzah-ustadzah dengan ramah. “Assalamualaikum Mbak Husna,” sapa Ust Rina wali kelas Husna ketika bersalaman dan mencium tangan gurunya itu. “Liburan ya, Mbak?” Ust Ika menyapa saya. Ust Ika ini bagaimana pun juga adalah ustadzah saya sejak lama, sejak saya SD kelas 6. Sampai sekarang Alhamdulillah kami masih berkomunikasi dengan baik.
Saat saya menaruh tas Husna di lokernya, saya bertemu dengan Ust Retno, ustadzah di TPA Al Hikmah masjid kami juga. Saya bersalaman dengannya, kemudian beliau memberi amanah pada saya, “Mbak, nanti saya ada urusan ke Magelang. Terus di masjid ada tamu, tolong Mbak Alfin berangkat lebih awal ya. Jadi saya ngundang kerabat buat mendongeng nanti di masjid sebelum ta’jilan, tolong ya, Mbak,” katanya.
Saya hanya bisa menjawab, “Insya Allah, Bu.”
Waktu menunjukkan pukul 08.00, “Oke anak-anak pagi ini kita akan belajar upacara,” teriak Ust Ika meskipun sudah menggunakan pengeras suara. Ust Ika ini badannya kecil, mungil, dengan jilbabnya lebar dan seragam coklat Pegawai Negeri, cute pokoknya. Ketika komando sudah diteriakkan, ada anak yang sudah rapi dan berbaris, ada yang lari ke sana-sini, ada yang masih tertawa bercanda dengan temannya, ada yang butuh tuntunan ustadzahnya sehingga ustadzah yang punya tangan dua itu pun menggandeng dua anak juga-kanan dan kiri. Tak ketinggalan, ada yang mengompol, ada yang menangis akan ditinggal ibunya sampai ustadzah pun menggendongnya.
Ada juga anak SD, kelas satu mungkin. Sambil menggendong tas merah Hello Kitty-nya berlari dari arah kelasnya, “Abi, abiiiii, abi mau kemanaaa???” meneriaki abun-nya yang sudah berada di atas sepeda motor. Merasa tak tega ayahnya pun tak kunjung pergi. Ayah dan anak ini dibatasi oleh sebuah pagar. Tak lama kemudian, menyusullah ustadzah anak ini, buru-buru dipeluknya anak ini, “Sudah, Pak. Terus, Pak! Terus saja, Pak!”
“Mau sama abiiii, pokoknya sama abiii. Aku nggak mau sekolah di sini!!” teriaknya lucu sekali. “Abi sudah jauh, Mbak.. di sini aja ya sama ust, nanti kita belajar jadi anak sholeh,” ustadzahnya menenangkan. “ Nggak mauuu!!! Aku nggak mau jadi anak sholehhh!! Aku mau abiii,” matanya makin berlinang. “Iya, iya, ambil motor dulu ya…” ustadzahnya berbohong, diajaknya anak itu masuk dan didudukkan di samping masjid lalu ustadzah itu pura-pura ambil motor lama sekali. Pura-pura saja. Pembiasaan yang baik.
Pemandangan seperti ini sangat langka saya dapatkan karena sibuk dengan aktivitas pondok yang juga jauh dari rumah. Jadi begitu lihat pemandangan ini berasa wow… lucu banget sih. Apa lagi di pondok nggak ada kumpulan anak kecil yang banyak banget seperti ini.
Setelah masuk kelas saya berpamitan dengan Husna untuk pulang, dan berjanji akan kembali lagi nanti pukul sepuluh.
Setelah Husna pulang, saya kembali bergelut dengan adik saya yang satunya, yang sudah SD tapi tidak masuk karena sakit, Husni. Pagi tadi saya berjanji akan menyampulkan semua buku tulisnya dengan sampul kertas dan plastik. Begitu Husna melihat apa yang sedang kami lakukan, dia pun minta buku tulisnya untuk disampul.
Di punggung buku saya menuliskan mata pelajaran yang digunakan dalam buku itu. Husna juga minta hal yang sama, dasar tukang iri :p anak TK plajarannya apa sih? Memang ada Matematika? IPA? IPS? Bahasa?
Walhasil pelajaran yang kami peroleh untuk Husna adalah Suka-suka, Coret-coret, Menulis, dan Menggambar.
Tak lama kemudian adzan dzuhur berkumandang, saya langsung ambil wudhu dan mendirikan sholat, tapi kemudian juga tumbang di atas kasur. Sampai jam 15.30 saya baru bangun. Haduh, saya juga tak mengerti mengapa seperti ini? Kalau di pondok saja, dengan bunyi pelk ban yang dipukul dengan besi dari jarak jauh saya langsung  bangun. Tapi di rumah, mamah ngebangunin berkali-kali saya tetep nggak bangun. Mungkin ini yang orang bilang dengan istilah “balas dendam”-nya anak pondok.
“kamu dibangunin nggak bangun-bangun. Bantu bapak itu lho!!! Sudah tahu kebutuhannya banyak malah nggak bantu-bantu!!!” skak mat deh kalo gini caranya. Akhirnya saya bantu-bantu bapak. Sampai jam 16.30 baru selesai. Oh my God, I come late. Di suruh berangkat ke masjid sama Ust Retno pukul 16.15, ini 16.30 baru berangkat mandi. Pukul 16.45 baru berangkat dari rumah, jalan kaki lagi, padahal masjid lokasinya agak jauh. Sampai di masjid jam 17.00. God, help me! Ohh!
Antara birul walidain dan amanah, pilih mana hayo?
          “Ridho Allah bergantung pada ridho orang tua, murka Allah bergantung pada murka orang tua” oke, saya lupa riwayatnya. Dari pada sesat saya memilih mengaku lupa. Yang ingat boleh mengingatkan
          “Dan sembahlah Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dan berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu. Dan apa bila salah satu atau kedua-duanya berusia lanjut dan berada dalam pemeliharaanmu, maka janganlah berkata ‘ah’ dan janganlah kamu berkata kasar, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang baik” al-Isra’ ayat 23.
          Dua dalil di atas mejadi pedoman saya ketika akan berbuat dan bersikap dengan orang tua. Jadi saya memilih untuk membantu ayah saya dulu baru berangkat ke masjid. Bener nggak sih ini???
          Tapi amanahnya? Ya, begitulah. Ini memang semata-mata adalah kesalahan saya yang sangat khrm, ngebo kalau tidur. Jadi pelajaran yang dapat saya petik hari ini adalah; harus menerapkan mahfudzat yang bunyinya, “wa man tholabal ‘ula sahiral layaali” Artinya: “Dan barang siapa mencari kesuksesan baginya tidak tidur semalaman.”
          Itu artinya, tapi dibalik arti pasti ada makna yang tersiarat. Tidak tidur semalaman di sini maksudnya bukan seperti yang tertera tapi sedikit tidur. Jadi barang siapa mau mendapat kesuksesan kita diperintahkan untuk bekerja keras dan hanya sedikit tidur. Jadi meskipun puasa jangan banyak-banyak tidur yaa J terutama cewe, kata mama nggak baik.
          Oke, sekian dulu ya kisah dari saya. Hari ini memang hari penguatan buat saya. Sudah merasa bersalah nggak bisa jaga amanah, Ust Retno afwan yaa.. tambah agak nyesek karena khrm, sedikit disindir. Okelah, nggak papa, karena puasa itu butuh sabar. Dan sabar itu nggak ada batasnya, ya kan?
          Sebagai manusia yang diciptakan Allah sebagai khalifah di bumi ini, tentunya tak gampang memegang amanah dari-Nya. Banyak rintangan yang harus kita lalui.
Dan kata Tere-Liye, “Hidup ini tidak seperti novel, yang kalau halaman sekarang terasa sesak, sedih, menyakitkan, penuh masalah, maka dengan bersabar membaca 10, 20 halaman berikutnya semua selesai, berubah jadi membahagiakan.
Di kehidupan nyata , kita bahkan perlu 10, 20 hari, bulan, bahkan tahun harus terus bersabar agar semua selesai, berubah jadi membahagiakan. Karena itulah dewasa oleh kehidupan, memiliki pemahaman baik karena proses kehidupan, akan menjadikan seseorang lebih kuat dan lebih kuat lagi.”
Sekian, undur maa qoola walaa tandur man qoola, lihatlah apa yang dikata jangan melihat siapa yang berkata..
Wassalamualaikum wr. wb.


         



Tidak ada komentar:

Posting Komentar